Pengertian “Astrolabe” secara umum adalah perangkat astronomi kuno yang digunakan untuk mengetahui posisi serta melakukan pengukuran posisi terhadap benda-benda langit. Astrolabe pertama kali dibuat pada masa peradaban Yunani dan dikembangkan oleh ilmuwan muslim seperti Al Khawarizmi, Ibrahim al Fazari dan Al Biruni pada sekitar abad 2-5 hijriyah. Nama astrolabe berasal dari bahasa Yunani “astro” yang artinya bintang dan “labio” yang artinya pengintai. Sementara orang Arab menyebutnya dengan nama “al-usthurlab”.
Astrolabe memiliki bagian-bagian diantaranya 1) bagian penggantung yang dinamakan ‘halqah’ atau ‘throne’, 2) badan astrolabe yang dinamakan ‘ummy’ atau ‘mater’ dimana terdapat cakram skala melingkar yang dinamakan ‘urwah’ atau ‘limb’ dan lingkaran dalam yang dinamakan ‘kursiy’ atau ‘womb’, 3) cakram horison pengamat yang disebut ‘shofihah” atau ‘plate=tympan’, 4) cakram bintang yang disebut ‘al-angkabut’ atau “rete”, 5) penggaris skala yang disebur ‘mistharah’ atau ‘ruler’ dan 6) beberapa jenis astrolabe memiliki bagian pada sisi belakang (back). Pada bagian belakang ini terdapat beberapa tabel dan penggaris skala yang disebut ‘adidah’ atau ‘alidade’ dimana juga terdapat 2 lobang yang digunakan digunakan untuk membidik benda langit yang disebut ‘hadafah’ atau ‘sight’.
Astrolabe RHI adalah jenis astrolabe modern yang merupakan pengembangan dari astrolabe kuno yang juga merupakan alat astronomi dengan multi fungsi, beberapa fungsi penggunaan astrolabe ini antara lain: 1) mengetahui letak buruj/zodiak tertentu serta skala peredarannya, 2) mengukur ketinggian matahari, 3) menentukan waktu-waktu salat, 4) mengetahui posisi bintang yang tidak terlihat, 5) mengetahui kulminasi matahari pada siang hari dan bintang-bintang pada malam hari, (6) menentukan arah kiblat, (7) menentukan Lintang dan Bujur suatu tempat, 8) mengukur ketinggian suatu benda diantara dua tempat yang berbeda, 9) mengukurt kedalaman jurang 10) mengetahui posisi bulan pada pita zodiak 11) mengetahui arah Timur dan Barat, dan sebagainya.
Astrolabe RHI yang satu ini merupakan karya seorang aktivis dan penggiat falak dari Yogyakarta yaitu Mutoha Arkanuddin dari lembaga Rukyatul Hilal Indonesia (RHI) sehingga dinamakan “Astrolabe RHI” yang termasuk astrolabe kategori “astrolabe modern” yaitu karena teknik pembuatannya lebih modern dan menggunakan bahan modern berupa acrilic, juga dalam pengerjaannya menggunakan disain komputer serta teknik laser printing dan laser cutting sehingga diperoleh presisi alat yang lebih tinggi. Menurut ownernya, ide pembuatan Astrolabe RHI didasari oleh rasa penasarannya terhadap alat yang satu ini karena dia sering melihat gambar astrolabe dimana-mana namun tidak tahu apa fungsi dan cara penggunaannya. Ia tidak tahu tepatnya kapan tapi pada sekitar awal 2011 ia ingat saat mulai tertarik dengan alat ini ia membuat replika dari kertas sebuah model astrolabe. kemudian karena penasaran dengan fungsi dan cara penggunaannya ia berusaha mencari informasi melalui internet dan akhirnya mendapatkan jawaban dengan memesan buku dan contoh astrolabe kertas dari negara asing. Dengan buku yang masih berbahasa asing dia coba terjemahkan untuk mendapatkan ilmu tentang astrolabe. Dari sinilah dengan berbekal kemahirannya dalan disain grafis Mutoha mencoba merancang astrolabe untuk daerah lintang selatan karena kebanyakan astrolabe yang dijadikan rujukan semua mengacu pada langit belahan Utara. Juga tidak sekedar menggunakan kertas seperti yang ia dapatkan saat membeli contoh astrolabe dari luar negeri dan setelah ia mencoba membuat menggunakan bahan karton kemudian beralih ke tripleks dengan teknik cetak masih satu warna selanjutnya ia mencoba menggunakan bahan lain yaitu acrilic dengan cetak dan potong secara digital. Sejarah awal Astrolabe RHI juga tercatat di halaman facebook beliau tertanggal 12 Januari 2012 dengan posting status “The New Product. Astrolabe. Anda pasti tahu untuk apa kegunaan alat ini. Sebelum orang menemukan rumus jadwal shalat dan menentukan rumus arah kiblat, alat ini sudah melakukannya. Try it! Tersedia edisi klasih dan modern dengan bahan acrilic.“ dan disertai gambar karya pertamanya. Seingatnya pemesan pertama Astrolabe RHI yang masih menggunakan cetak hitam putih waktu itu adalah seorang kyai dari Madura yang juga mengirimkan 2 orang satrinya untuk belajar langsung penggunaan alat tersebut. Generasi awal astrobae RHI ini Simple Transparent karena disainnya masih sangat simple dan tampilannya masih menggunakan acrilic transparan dengan tinta monokrom.
generasi selanjutnya astrobae RHI dinamakan Round Bluish dimana tmapilannya masih berbentuk bulat dengan warna kebiruan serta sudah menggunakan teknik cetak full colour. Astrolabe ini sudah banyak diproduksi dan beredar di beberapa kota di Indonesia diantaranya melengkapai koleksi di observatorium Bosscha Bandung, planetarium Jakarta, observatorium CASA Assalaam, observatorium ilmu dfalak OIF UMSU Medan, observatorium Lhoknga Aceh, kampus UIN Jogja, STAIN Watampone, juga banyak dimiliki oleh perorangan maupun lembaga yang lain. Kelebihan lain dari piranti ini dalam hal proses pembuatan yang relatif lebih mudah setelah disain diselesaikan di komputer karena selanjutnya proses cetak dan potong dilakukan oleh mesin.
Sebagai astrolabe modern Astrolabe RHI memiliki banyak keunggulan dibanding astrolabe kuno tentunya. Astrolabe kuno biasanya memiliki tingkat akurasi antara 5-10 menit, sementara astrolabe RHI bisa dari 1-3 menit. Astrolabe RHI juga dilengkapai cakram dan garis skala di bagian belakangnya (back) yang dapat digunakan untuk konversi kalender-zodiak dan sebaliknya, tabel analog Deklinasi Matahari dan Equation of Time, fungsi rubuk mujayyab, unequal hour (waktu matahari), pengukur bayangan matahari (umbra versa/recta), manzilah Bulan dan beberapa fungsi logaritmis. Kecuali sebagai alat ukur dan alat hitung benda ini ternyata bagus juga dijadikan souvenir atau cendera mata. Menteri Agama Lukman Hakim adalah salah seorang yang pernah menerima cenderamata Astrolabe RHI yang dipesan oleh Pondok Assalaam Surakarta. Salah satu hal yang membedakan Astrolabe RHI dengan astrolabe lain pada umumnya adalah dalam hal pewarnaan yang ditampilkan dalam semua bagiannya dibuat warna-warni sehingga kita dengan mudah bisa membedakan nama dan fungsi bagian tersebut lewat warna.
Berbeda dengan peralatan lain yang dapat diproduksi secara massal maka astrolabe ini tidaklah demikian karena ternyata setiap tempat yang akan digunakan sebagai ‘markas’ astrolabe harus diketahui posisi geografisnya terlebih dahulu berupa lintang dan bujur sehingga ‘plate’ yang berisi informasi langit lokal sesuai dengan posisi pengamat. Karena itulah menurutnya produksi alat ini harus dipesan terlebih dahulu. Artinya sebuah astrolabe bisa memiliki banyak ‘plate’ untuk dapat digunakan di tempat lain dan kita harus menggantinya sesuai dengan tempat ita melakukan pengamatan.
Sebagai sebuah alat simulator pergerakan bintang dan Matahari, Astrolabe RHI tenyata memiliki fungsi yang tidak ada pada astrolabe jenis lain. Fungsi itu adalah garis bayang kiblat harian menggunakan posisi Matahari (rasydhul qiblat) baik yang terjadi pada sore hari (bakdal zawaal) maupun pagi hari (qablal zawaal). Hanya dengan memutar rule pada cakram plate dan menepatkan posisi Matahari di garis “rashdhul qiblat” maka jam berapa terjadi bayang arah kiblat dapat diketahui. karena jam astrolabe masih menggunakan ‘jam istiwa’ maka harus dikonversi ke jam lokal dengan koreksi bujur lokasi dan ‘equation of time’ yang juga bisa didapatkan datanya lewat tabel analog yang ada di astrolabe RHI. Petunjuk lengkap mengenai penggunaan astrolabe ini juga disertakan dalam bentuk buku dan DVD yang didalamnya kecuali berisi buku-buku elektronik tentang astrolabe juga disertakan gambar-gambar, software dan hal ihwal serba-serbi tentang astrolabe.
Generasi ketiga astrolabe ini dinamakan Golden Dodekagon atau segi 12 biar dengan warna keemasan lebih terkesan modern. Ukuran diameter juga lebih besar dari versi sebelumnya yakni 30 cm sehingga tingkat ketelitiannya bertambah. Kecuali itu fitur-fitur tambahan juga disertakan dalam generasi ketiga astrolabe ini seperti garis ketinggian waktu Isya dan waktu Dhuha. Selain itu juga dilakukan perbaikan-perbaikan pada sistem putar dan penguncinya sehingga lebih kokoh dan tidak bergeser.
Selain itu Astrolabe RHI juga dibuat dalam bentuk raksasa dengan ukuran tinggi 1 meter, Astrolabe ini menjadi salah satu pajangan di Observatorium Ilmu Falak OIF UMSU Medan Sumatera Utara.